Kamis, 19 April 2012

DILEMA PARTAI DAKWAH, DEMOKRASI DAN SYARIAH



Islamedia - Pemilukada atau Pilgub DKI Jakarta sebentar lagi digelar, begitu juga Kota Bekasi sebagai penyangga ibu kota, sementara pemilukada kabupaten Bekasi baru saja usai, walaupun proses perhituangan suara masih berjalan sampai nanti pada saatnya KPU mengumumkan hasil perhitungan suara. Walaupun proses perhitungan suara belum usai dan  masih terus berlangsung, salah satu dari tiga pasangan diusung oleh partai dakwah. Bagaimana nasib partai dakwah (partai islam) di Indonesia?
Akankah kemenangan partai dakwah seperi saudara-saudaranya di Timur Tengah terulang kembali di Indonesia? paling tidak ada tiga dilema yang sedang dihadapi partai dakwah yakni pertama pragmatisme politik, kedua apatisme politik, dan ketiga mempertahankan idealisme, menyikapi kekalahan dan fitnah yang akan berpengaruh kepada citra partai dakwah di mata publik. Jika tiga dilema di atas mampu diselesaikan dengan baik saya yakin kemenangan partai dakwah seperti di Timur Tengah mustahil tidak bisa diulang di Indonesia. Artinya sesuatu hal yang masih bisa dimungkinkan untuk terjadi.
Masyarakat yang pragmatis biasanya tidak melihat visi calon pemimpin mereka ke depan tetapi melihat siapa yang memberika uang pada saat menghadapi pemilihan maka dia itulah yang mereka pilih.  Sehingga kehadiran masyarakat dengan type pragmatis akan berpeluang untuk maraknya politik uang atau money politik. Masyarakat yang pragmatis biasanya tidak melihat visi calon pemimpin mereka ke depan tetapi melihat siapa yang memberika uang pada saat itu dialah yang mereka pilih. 
Sedangkan masyarakat yang apatis dampaknya akan menambah jumlah pemilih yang golput yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu, anehnya masyarakat dengan type ini muncul dari kalangan umat islam sendiri yang menganggap demokrasi tidak sesuai dengan islam dan termasuk perkara bidah. Padahal dalam islam persoalan kepemimpinan adalah merupakan perkara yang sangat penting, sampai-sampai ada dalam suatu keterangan hadits rosulullah apabila kita berjalan tiga orang maka ketiganya harus mengangkat salah seorang sebagai pemimpin.
Dalam hadits tersebut penulis tidak mengetahui bagaimana metode atau proses memilihnya. Yang jelas dalam perkara mu’amalah (selain ibadah), kaidah Islam dalam ushul fiqihnya menyatakan bahwa hukum asalnya adalah mubah atau boleh sampai ada dalil yang melarang untuk perkara tersebut.
Sedangkan dilema yang ketiga terkait dengan etika dalam menghadapi ujian kekalahan, sehubungan dengan itu maka citra partai dakwah janganlah jatuh apalagi runtuh karena kekalahan di dunia yakni dalam kompetisi berdemokrasi di hadapan publik, partai dakwah harus tetap tegar walaupun  secara manusiawi para kader dakwah akan mengalami shok atau down jika berhadapan dengan kondisi demikian, akan tetapi ia tidak sampai melemah atau futur, lupa diri apalagi su’udzon kepada Allah. Semua di balik itu pasti ada hikmah yang harus sama-sama di ambil ibrohnya.
Dalam era demokrasi seperti saat ini, semua orang bebas untuk berekspresi, berargumentasi dan berstrategi termasuk dalam agenda-agenda demokrasi yang ada didalam kehidupan masyarakat kita misalnya pilkada, pilgub, pilpres dan pemilu legislatif. Tak terkecuali bagi partai dakwah yang memiliki idealisme dan cita-cita yang luhur dan mulia. Di lapangan dia akan menemukan sebuah relitas masyarakat, tabiat dari sistem demokrasi itu sendiri dan strategi dari lawan politik.
Sebagaimana ditulis oleh salah satu pendiri dan tokoh partai dakwah dalam bukunya “Menikmati Demokrasi, Strategi Dakwah Meraih Kemenangan”, dalam tataran teori dan konsep, dakwah adalah sesuatu hal yang suci dan sakral untuk menciptakan suasana kehidupan kemanusiaan, kemasyarakatan, kebangsaan, pemerintahan dan kepemimpinan yang diridhoi dan dibimbing oleh petunjuk dari Tuhan yang Maha Suci sehingga manusia hidup dalam keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan.
Sementara disisi lain sistem politik dan demokrasi kita terikat kepada koridor hukum positif atau hukum formal yang berlaku di dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Sehingga dalam merealisasikan cita-cita politik  sebuah entitas politik bisa saja berusaha mencari celah hukum dan berusaha menggunakan segenap keampuannya serta menghalalkan segala cara demi mencapai cita-cita dan tujuan politiknya. Selama tidak tersentuh oleh hukum yang ada atau berusaha dengan sengaja untuk mempermainkan hukum demi kepentingannya.
Lalu bagaimana partai dakwah seharusnya berkiprah dalam memenangkan cita-cita politiknya di tengah-tengah masyarakat yang belum melek politik serta kehidupan ekonomi dan kesejahteraan yang masih kurang, sehingga masyarakat pemilih cenderung pragmatis dan rawan politik uang, tulisan ini adalah sebagai ungkapan kegelisahan dan kekhawatiran akan adanya serta makin maraknya politik uang di dalam setiap event demokrasi. Sebagai contoh Pemilukada kabupaten Bekasi yang baru di gelar dua hari lalu, yakni 11 Maret 2012.
Walaupun politik uang sangat sulit untuk membuktikannya, tetapi gejala ke arah itu sangat tercium aromanya. Bahkan tak jarang lawan politik yang berniat melakukan kecurangan, sudah memberikan opini terlebih dahulu, bahwa lawan politiknya yang melakukan politik uang, dengan cara melakukan operasi media dan berbagai macam cara, sehingga kegiatan bakti sosial seperti yang dilakukan oleh istri salah satu pasangan kandidat bisa diopinikan dan diekspose lebih dahulu sebagai upaya melakukan money politic.
Sehingga pada saatnya mereka bisa melakukan hal yang sama dan bahkan lebih dahsyat lagi mereka lakukan pada waktu mendekati hari pemungutan suara. Sekali lagi politik uang memang sulit untuk dibuktikan tapi gejala dan tanda-tandanya bisa kita lihat dan kita rasakan.
Padahal antara bakti sosial dan money politik adalah beda-beda tipis. Perbedaan paling utamanya adalah bakti sosial dilakukan jauh-jauh hari sebelum masa pemungutan suara, sementara politik uang dilakukan sangat dekat dengan hari pemungutan suara bahkan pada hari pemungutan suara. Akan tetapi hukum formal membolehkan bakti sosial dan melarang politik uang.
Walaupun proses perhituangan suara masih berjalan sampai nanti pada saatnya Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bekasi mengumumkan hasil perhitungannya, menurut informasi dari pihak KPU akan pada hari Ahad  (18/3). Pasangan Sa’duddin-Jamal (SAJA) yang diusung oleh tiga partai politik islam dan berbasis masa Islam yakni PKS, PPP dan PKB agak kewalahan dalam membendung suara dari pasangan Neneng-Rohim (NERO) yang diusung oleh Partai Golkar, Demokrat dan PAN.
Penulis berharap agar pelaksanaan pesta demokrasi ke depan praktek politik uang bisa diminimalisir mengingat dampaknya yang akan berpengaruh buruk baik kepada pasangan, partai pengususng maupun masyarakat itu sendiri. Pemerintah melalui KPU dan Panwaslu sebaiknya melakukan upaya-upaya cegah dini dalam menangkal politik uang ini karena akan ada kaitannya dengan korupsi yang makin hari semakin menjadi-jadi di negeri ini, walaupun sudah ada lembaga KPK.
Begitu juga dengan rendahnya partisipasi masyarakat dan tingginya angka golput, harus ada pendidikan politik bagi masyarakat, disamping itu lembaga politik dan partai politik memperbaiki citra dan kinerjanya di hadapan publik, para tokohnya memberikan keteladanan dalam berpolitik yang bersih, amanah dan profesional. Sehingga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut dapat pulih kembali. Tunjukkan idiologi dan idealisme masing-masing sebagaimana telah digambarkan oleh Anis matta dalam bukunya di atas yaitu Menikmati Demokrasi.  Sehingga dari demokrasi ini lahir kesejahteraan bukan kesenjangan, lahir pemimpin sejati bukan pemimpin bayaran, lahir masyarakat yang berperadaban bukan masyarakat yang pragmatis apalagi anarkis.
Dakwah juga menikmati demokrasi. Para dai bebas berinteraksi dengan objek dakwah. Tapi, para pelaku kemunkaran pun bebas melakukan kemunkaran. Yang berlaku di sini bukan hukum benar-salah, tapi hukum legalitas. Sesuatu itu harus legal, walaupun salah. Sesuatu yang benar tapi tidak legal adalah salah. Begitulah aturan main demokrasi.
Yang kemudian harus kita lakukan adalah mengintegrasikan kebenaran dengan legalitas. Bagaimana membuat sesuatu yang salah dalam pandangan agama menjadi tidak legal dalam pandangan hukum positif? Maka, penetrasi kekuasaan harus dilakukan dengan urutan-urutan begini. Pertama, menangkanlah wacana publik agar opini publik berpihak kepada kita. Inilah kemenangan pertama yang mengawali kemenangan-kemenangan selanjutnya.  Kedua, formulasikan wacana itu wacana itu ke dalam draf hukum untuk dimenangkan dalam wacana legalislasi melalui lembaga legislatif. Kemenangan legislasi ini menjadi legitimasi bagi negara untuk mengeksekusinya. Ketiga, pastikan bahwa para eksekutif pemerintah melaksanakan dan menerapkan hukum tersebut.
Begitulah salah satu resep yang diberikan Anis Matta untuk memenangkan agenda dakwah di era demokrasi. Tidak tanggung-tanggung, Anis Matta memberi tiga puluh strategi. Karena itu, sudahkah kita menerapkan strategi-strategi tersebut dalam menghadapi “dakwah atau jihad politik” dalam setiap event-event dan kerja politik dalam bingkai partai dakwah dan koalisi dakwah di era sekarang ini? Jawabannya ada pada kita masing-masing.
Wallahu A’lam.